Bangkok, Thailand – Ketegangan politik dan keamanan yang meningkat di Kamboja menyebabkan gejolak signifikan di pasar regional. Salah satu dampak paling mencolok adalah baht merosot ke level terendah sejak 2022, memicu kekhawatiran pelaku pasar dan analis ekonomi terhadap stabilitas mata uang Thailand.
Penurunan nilai tukar baht yang terjadi secara tajam ini menandai pergeseran besar dalam dinamika moneter Asia Tenggara, yang sebelumnya cukup stabil. Laporan dari Bank of Thailand menunjukkan bahwa nilai tukar baht terhadap dolar AS melemah hingga melewati angka 37 baht per USD, titik terlemah sejak dua tahun terakhir.
Mengapa Baht Merosot Akibat Konflik di Kamboja?
Baht merosot bukan terjadi secara kebetulan. Ketegangan militer yang meningkat di wilayah perbatasan Kamboja telah memunculkan kekhawatiran terhadap keamanan regional. Hal ini memicu investor asing menarik dananya dari Thailand sebagai bentuk mitigasi risiko geopolitik.
Pemerintah Thailand juga menyatakan keprihatinannya atas potensi dampak konflik tersebut terhadap sektor ekspor, pariwisata, dan aliran modal internasional. Situasi ini membuat nilai tukar baht sangat rentan terhadap spekulasi pasar.
1. Dampak Langsung ke Sektor Impor
Ketika baht merosot, harga barang-barang impor menjadi lebih mahal. Produk seperti bahan bakar, komponen elektronik, dan bahan pangan yang didatangkan dari luar negeri mengalami kenaikan harga yang signifikan. Hal ini bisa berdampak pada inflasi domestik yang lebih tinggi dari target Bank Sentral.
2. Potensi Tekanan Inflasi Meningkat
Merosotnya nilai baht menciptakan tekanan inflasi baru. Harga barang-barang kebutuhan pokok yang tergantung pada impor melonjak. Meski Bank Sentral telah menjaga suku bunga acuan tetap stabil, tekanan ini bisa memaksa kenaikan suku bunga di masa mendatang untuk mengendalikan inflasi.
3. Investor Asing Mulai Berhati-hati
Ketidakpastian akibat konflik di negara tetangga membuat investor mulai meragukan stabilitas kawasan. Akibatnya, arus investasi portofolio dan asing langsung (FDI) mulai melambat. Hal ini memperlemah cadangan devisa dan memperbesar defisit transaksi berjalan Thailand.
4. Pariwisata Terancam Lesu
Pariwisata Thailand, yang mulai bangkit pasca pandemi, juga terancam oleh pelemahan baht dan instabilitas kawasan. Wisatawan asing menjadi lebih berhati-hati merencanakan perjalanan ke Asia Tenggara. Ketidakpastian keamanan di Kamboja dapat merembet dan menurunkan minat kunjungan ke Thailand.
5. Risiko Terhadap Sektor Ekspor
Sisi positif dari baht merosot adalah potensi peningkatan daya saing ekspor. Namun, hal ini hanya akan efektif jika tidak terganggu oleh ketegangan regional yang membuat distribusi logistik terganggu. Ketakutan akan konflik lintas batas juga bisa mempersulit akses ekspor, terutama ke negara-negara yang berdekatan dengan Kamboja.
Tanggapan Resmi Pemerintah Thailand
Menteri Keuangan Thailand menyebutkan bahwa pemerintah siap mengambil langkah stabilisasi jika kondisi ini terus berlanjut. Mereka tengah berkoordinasi dengan otoritas moneter dan perbankan untuk memantau fluktuasi nilai tukar baht dan menyiapkan intervensi jika diperlukan.
Bank of Thailand menegaskan bahwa pelemahan baht masih dalam batas yang dapat dikendalikan, namun mereka tidak menutup kemungkinan untuk melakukan intervensi pasar demi menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Baca Juga : Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 Diproyeksi Stabil di Tengah Ketidakpastian Global
Analis: Baht Bisa Melemah Lebih Lanjut
Beberapa analis memperkirakan bahwa baht masih berpotensi turun lebih dalam apabila ketegangan di Kamboja tidak segera mereda. Risiko geopolitik dan sentimen global akan sangat menentukan arah pergerakan nilai tukar baht dalam beberapa pekan ke depan.
Apa yang Bisa Dilakukan Pelaku Usaha?
Para pelaku usaha disarankan untuk melakukan lindung nilai (hedging) terhadap risiko nilai tukar. Sektor-sektor yang sangat tergantung pada bahan baku impor harus mulai menyiapkan strategi alternatif, termasuk mencari sumber pasokan dari dalam negeri atau negara lain yang lebih stabil.
Kesimpulan
Baht merosot ke level terendah sejak 2022 akibat konflik yang meningkat di Kamboja menjadi peringatan bagi stabilitas ekonomi regional. Thailand, sebagai salah satu ekonomi utama di ASEAN, perlu segera menyusun langkah mitigasi agar tidak terdampak lebih dalam oleh ketegangan politik yang terjadi di negara tetangga.
Dampak dari pelemahan baht ini terasa luas, dari sektor impor, inflasi, investasi, pariwisata, hingga ekspor. Pemerintah dan pelaku usaha harus waspada dan tanggap terhadap perkembangan situasi agar ekonomi Thailand tetap bisa bertahan di tengah guncangan geopolitik yang tak terduga.