Guru Penanggung Jawab MBG, P2G Bongkar Dugaan BGN Lepas Tangan

Guru Penanggung Jawab MBG, P2G Bongkar Dugaan BGN Lepas Tangan

Penunjukan Guru Penanggung Jawab MBG menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, khususnya dari Persatuan Guru (P2G). Organisasi ini menilai kebijakan tersebut berpotensi merugikan guru dan mencerminkan adanya indikasi BGN (Badan Gizi Nasional) mencoba lepas tangan dari tanggung jawab utama mereka.

Polemik ini menjadi sorotan publik karena menyangkut dua hal penting sekaligus: masa depan pendidikan dan kesehatan anak bangsa. Program MBG (Makan Bergizi Gratis) sejatinya merupakan inisiatif pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi siswa sekolah, namun implementasi yang terburu-buru justru memicu masalah baru.


Kronologi Lahirnya Kebijakan Guru Penanggung Jawab MBG

https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2025/09/26/mbg-di-sekolah-jakut-isinya-cuma-snack-gizi-dipertanyakan-1758868378239_169.jpeg?q=90&w=700

Untuk memahami kontroversi ini, mari menelusuri bagaimana kebijakan Guru Penanggung Jawab MBG lahir.

  1. Pengumuman Program MBG
    Pemerintah melalui BGN menggagas program MBG dengan target utama siswa SD hingga SMA. Tujuannya adalah memperbaiki gizi anak, mengurangi angka stunting, serta mendukung kualitas pendidikan melalui asupan makanan sehat.

  2. Keterlibatan Kementerian Pendidikan
    Seiring berjalannya waktu, Kementerian Pendidikan ikut dilibatkan sebagai fasilitator di sekolah. Namun, dalam praktiknya, justru muncul keputusan bahwa guru akan dijadikan penanggung jawab MBG di tingkat sekolah.

  3. Reaksi Guru dan Organisasi Profesi
    Setelah kebijakan diumumkan, banyak guru merasa terbebani. P2G kemudian angkat bicara dan menuding adanya upaya dari BGN untuk mengalihkan tanggung jawab agar tidak langsung disorot publik jika program gagal.


Kritik P2G: Guru Jadi Kambing Hitam

youtube.com/watch?v=texl...

P2G menegaskan bahwa guru sudah memiliki beban berat sebagai pendidik. Mereka mengajar, membimbing, sekaligus menjalankan administrasi sekolah. Menambah beban sebagai Guru Penanggung Jawab MBG justru memperburuk kondisi.

“Jika terjadi masalah dalam program MBG, seperti keterlambatan distribusi makanan atau kasus keracunan, maka guru akan menjadi pihak pertama yang disalahkan. Padahal seharusnya BGN yang bertanggung jawab penuh,” kata perwakilan P2G.

P2G menilai kebijakan ini tidak adil. Guru bisa menjadi korban kesalahan sistem yang sebenarnya berada di luar kendali mereka.


Analisis Beban Kerja Guru

Beban kerja guru di Indonesia saat ini sudah cukup berat. Menurut data Kementerian Pendidikan, seorang guru rata-rata harus:

  • Mengajar minimal 24 jam pelajaran per minggu.

  • Membuat perangkat ajar lengkap sesuai kurikulum.

  • Melaksanakan administrasi kelas dan penilaian.

  • Mengikuti pelatihan berkala.

  • Menjalankan kegiatan ekstrakurikuler.

Dengan kondisi tersebut, menambah tugas sebagai Guru Penanggung Jawab MBG jelas berpotensi menurunkan kualitas pengajaran. Guru yang seharusnya fokus pada pembelajaran kini justru terbebani dengan urusan teknis distribusi makanan, pencatatan logistik, hingga tanggung jawab hukum jika ada masalah.


Opini Ahli Pendidikan

Sejumlah pakar pendidikan menilai penunjukan Guru Penanggung Jawab MBG merupakan kebijakan yang kurang tepat. Menurut Dr. Haryanto, pakar kebijakan pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, guru tidak seharusnya menjadi pihak yang dibebani urusan teknis program lintas sektor.

“Guru itu ahli dalam pedagogi, bukan logistik makanan. Jika ada program gizi, maka BGN seharusnya membentuk tim khusus yang terdiri dari ahli gizi, tenaga kesehatan, dan staf administrasi. Guru cukup berperan sebagai pengawas di kelas, bukan penanggung jawab penuh,” ujarnya.


Dampak Negatif Jika Kebijakan Dipaksakan

Jika kebijakan ini tetap diberlakukan, maka sejumlah dampak serius bisa terjadi di dunia pendidikan:

  1. Turunnya Kualitas Belajar Mengajar
    Guru akan kehilangan fokus dalam mengajar karena waktunya tersita mengurus MBG.

  2. Risiko Hukum yang Tinggi
    Jika terjadi kasus keracunan, guru bisa dijadikan tersangka, meskipun penyedia makanan adalah pihak ketiga.

  3. Kesejahteraan Guru Terancam
    Stres dan beban kerja berlebihan bisa menurunkan kesejahteraan psikologis guru.

  4. Kualitas MBG Justru Menurun
    Alih-alih berjalan baik, MBG bisa kacau karena dijalankan oleh pihak yang tidak memiliki kompetensi penuh dalam gizi dan logistik.


Suara Guru dari Lapangan

Sejumlah guru dari berbagai daerah turut menyampaikan keluhannya.

  • Guru SD di Bandung:
    “Kami tidak pernah dilibatkan dalam perumusan, tiba-tiba diminta jadi penanggung jawab MBG. Ini jelas tidak adil.”

  • Guru SMP di Surabaya:
    “Jika ada masalah dengan makanan, kami takut dijadikan kambing hitam. Beban ini terlalu berat bagi kami.”

  • Guru SMA di Makassar:
    “Program ini bagus, tapi harus ada tim khusus. Jangan semua dibebankan ke guru.”


Dugaan BGN Lepas Tangan

cnbcindonesia.com/news/2...

Kritik paling tajam datang dari P2G yang menilai BGN memang sengaja mendorong guru ke garis depan. Dengan demikian, jika ada masalah, pihak yang disalahkan bukan BGN, melainkan guru di lapangan.

“Ini bukan hanya masalah teknis, tapi juga masalah keadilan. Guru dipaksa memikul beban yang bukan tanggung jawabnya,” tegas P2G.


Perbandingan dengan Negara Lain

Jika melihat ke negara lain, pelaksanaan program makan gratis umumnya ditangani oleh lembaga khusus, bukan guru.

  • Jepang: Program makan siang sekolah dikelola oleh tim khusus dari pemerintah daerah dengan melibatkan ahli gizi. Guru hanya berperan mengawasi siswa saat makan.

  • India: Midday Meal Scheme dijalankan oleh organisasi mitra pemerintah dengan tenaga khusus, bukan guru.

  • Amerika Serikat: National School Lunch Program dikelola oleh Department of Agriculture. Guru tidak pernah dijadikan penanggung jawab utama.

Dari perbandingan tersebut, jelas terlihat bahwa menempatkan guru sebagai penanggung jawab MBG adalah kebijakan yang menyimpang dari praktik terbaik dunia.


Solusi Alternatif

P2G memberikan sejumlah rekomendasi agar program MBG bisa berjalan baik tanpa mengorbankan guru:

  1. BGN sebagai Penanggung Jawab Penuh
    Seluruh aspek gizi dan distribusi harus berada di bawah BGN.

  2. Libatkan Tenaga Kesehatan dan Ahli Gizi
    Agar standar makanan tetap terjaga, tim khusus harus melibatkan tenaga kesehatan.

  3. Guru Hanya Berperan Sebagai Pengawas di Kelas
    Guru cukup memastikan siswa mengonsumsi makanan dengan baik.

  4. Kemitraan dengan Pihak Ketiga Profesional
    Distribusi makanan bisa dikerjakan oleh vendor profesional.

  5. Transparansi dan Akuntabilitas
    Sistem pelaporan harus jelas, agar tidak ada pihak yang dijadikan kambing hitam.


Baca Juga :

10 Fakta Penting SNBP 2026: Apakah Siswa yang Tidak Ikut Wajib Mengikuti TKA?


Penutup

Kontroversi Guru Penanggung Jawab MBG membuka mata publik bahwa kebijakan pendidikan di Indonesia masih sering dibuat terburu-buru tanpa kajian matang. Kritik dari P2G seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki mekanisme pelaksanaan program MBG agar berjalan sesuai tujuan awal: meningkatkan gizi anak tanpa mengorbankan kesejahteraan guru.

Guru adalah garda terdepan pendidikan. Mereka tidak boleh dijadikan pihak yang dipaksa menanggung beban di luar kapasitasnya. Jika program MBG ingin berhasil, pemerintah harus memastikan peran guru tetap pada jalurnya sebagai pendidik, sementara tanggung jawab penuh berada di tangan BGN dan pihak terkait.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *