Emisi energi adalah salah satu penyumbang terbesar gas rumah kaca di Indonesia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah emisi dari sektor energi diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2035. Peningkatan ini sebagian besar berasal dari penggunaan batu bara, minyak, dan gas sebagai sumber utama pembangkit listrik serta bahan bakar transportasi.
Kenaikan emisi energi bukan sekadar angka dalam laporan tahunan, melainkan ancaman nyata terhadap kualitas udara, kesehatan masyarakat, dan keberlanjutan ekonomi nasional. Indonesia, dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa dan kebutuhan energi yang terus melonjak, berada di persimpangan jalan. Apakah akan tetap bergantung pada energi fosil atau segera beralih ke energi bersih?
5 Fakta Penting Emisi Energi Naik hingga 2035
1. Emisi Energi Nasional Bisa Naik 40%
Prediksi menunjukkan bahwa emisi energi di Indonesia bisa melonjak hingga 40% pada tahun 2035 jika tidak ada intervensi serius. Kontributor utamanya adalah sektor transportasi berbasis bahan bakar minyak, industri berat, serta pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang masih menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama.
2. Pertambangan Fosil Masih Dominan
Hingga kini, batu bara masih menyumbang lebih dari 60% kebutuhan listrik Indonesia. Minyak bumi juga tetap menjadi tulang punggung sektor transportasi. Kondisi ini menjadikan emisi energi sulit ditekan. Padahal, dunia internasional mulai meninggalkan energi fosil karena dianggap tidak ramah lingkungan.
3. Transisi Energi Masih Tertinggal
Pemerintah menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. Namun, realisasi hingga kini masih sekitar 12–13%. Artinya, laju transisi energi di Indonesia berjalan lambat. Hal ini membuat proyeksi kenaikan emisi energi semakin mengkhawatirkan.
4. Dampak Emisi Energi terhadap Kesehatan dan Lingkungan
Polusi energi memicu berbagai masalah kesehatan, mulai dari gangguan pernapasan, penyakit jantung, hingga kematian dini. Selain itu, peningkatan gas rumah kaca memperparah pemanasan global. Dampaknya nyata: banjir, longsor, gelombang panas, hingga penurunan produktivitas pertanian.
5. Pertambangan Berkelanjutan Jadi Solusi Penting
Meski pertambangan fosil masih dibutuhkan, pelaksanaannya harus berkelanjutan. Artinya, perusahaan tambang wajib menerapkan teknologi ramah lingkungan, reklamasi lahan pascatambang, dan memastikan keberlanjutan sosial-ekonomi masyarakat sekitar.
Dampak Ekonomi dari Emisi Energi yang Terus Meningkat
Kenaikan emisi energi tidak hanya menimbulkan masalah lingkungan, tetapi juga risiko kerugian ekonomi yang besar. Banjir, kekeringan, dan kerusakan infrastruktur akibat perubahan iklim bisa menelan biaya hingga ribuan triliun rupiah dalam beberapa dekade mendatang.
Selain itu, dunia internasional kini semakin ketat menerapkan aturan perdagangan berbasis karbon. Negara-negara yang tidak mampu menekan emisi energi bisa menghadapi hambatan ekspor. Produk dari Indonesia berisiko ditolak di pasar global apabila dianggap tidak ramah lingkungan.
Strategi Pemerintah untuk Mengurangi Emisi Energi
-
Meningkatkan Energi Terbarukan
Pembangunan PLTS, PLTA, dan panas bumi terus didorong. Indonesia memiliki potensi energi terbarukan lebih dari 400 gigawatt, namun baru sebagian kecil yang dimanfaatkan. -
Efisiensi Energi di Industri dan Transportasi
Pemerintah mendorong penggunaan kendaraan listrik, peralatan hemat energi, serta penerapan standar emisi yang lebih ketat. -
Penerapan Pajak Karbon dan Perdagangan Karbon
Pajak karbon mulai diberlakukan sebagai upaya menekan emisi energi. Mekanisme ini memberi insentif bagi perusahaan yang mampu mengurangi polusi. -
Pertambangan Berkelanjutan
Setiap perusahaan tambang wajib melakukan reklamasi, revegetasi, serta pengelolaan limbah yang lebih baik. -
Kerja Sama Internasional
Indonesia aktif menggandeng pendanaan global untuk mendukung proyek energi hijau dan transisi energi bersih.
Mengapa Pertambangan Berkelanjutan Mutlak Dijalankan?
Indonesia kaya sumber daya alam, terutama batu bara, minyak, dan nikel. Namun, eksploitasi besar-besaran tanpa memperhatikan lingkungan hanya akan memperburuk kondisi emisi energi. Oleh karena itu, konsep pertambangan berkelanjutan menjadi keharusan.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain:
-
Menggunakan teknologi rendah karbon.
-
Mengurangi emisi metana dari kegiatan penambangan.
-
Menjaga ekosistem sekitar lokasi tambang.
-
Melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Dengan cara ini, pertambangan bisa tetap berjalan tanpa mengorbankan masa depan lingkungan.
Studi Kasus: Emisi Energi di Kalimantan dan Sumatra
Dua pulau ini menjadi contoh nyata bagaimana emisi energi dari aktivitas tambang memengaruhi lingkungan. PLTU berbahan bakar batu bara di Kalimantan menyumbang emisi karbon dalam jumlah besar. Di Sumatra, aktivitas pertambangan minyak dan gas menimbulkan polusi udara serta degradasi lingkungan.
Namun, ada juga cerita positif. Beberapa perusahaan tambang mulai menerapkan prinsip green mining dengan menanam kembali lahan bekas tambang, menggunakan peralatan hemat energi, dan memanfaatkan limbah tambang untuk pembangunan infrastruktur.
Harapan Menuju 2035: Transisi Energi yang Lebih Cepat
Emisi energi memang masih akan naik hingga 2035, tetapi bukan berarti tidak ada harapan. Jika Indonesia mempercepat transisi energi bersih, meningkatkan investasi di energi terbarukan, serta memperketat pengawasan pertambangan, kenaikan emisi bisa ditekan secara signifikan.
Kunci utamanya ada pada sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Tanpa kolaborasi, target pengurangan emisi energi hanya akan menjadi wacana.
Baca Juga : Paparan Logam dan Sulfat dalam Polusi Udara: 7 Fakta Mengejutkan Risiko Asma
Kesimpulan
Emisi energi menjadi tantangan terbesar Indonesia dalam dua dekade ke depan. Proyeksi kenaikan hingga 2035 menunjukkan bahwa perubahan besar harus segera dilakukan. Transisi energi, pertambangan berkelanjutan, serta penerapan kebijakan ramah lingkungan adalah kunci untuk menyelamatkan masa depan bumi.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin energi hijau di Asia Tenggara. Namun, semua itu hanya bisa tercapai jika langkah nyata segera dilakukan mulai sekarang.