Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa sistem tekanan rendah 96W yang sebelumnya terpantau di Samudra Pasifik Barat kini telah berkembang menjadi Topan Fengshen. Fenomena ini menarik perhatian karena menunjukkan peningkatan aktivitas siklon tropis di kawasan Asia Timur dan Pasifik Barat, yang sering kali berpengaruh terhadap kondisi cuaca ekstrem di Indonesia.
Menurut Deputi Meteorologi BMKG, pembentukan Topan Fengshen terjadi pada ketinggian sekitar 10° Lintang Utara dan 140° Bujur Timur, tepat di sebelah timur Filipina. Dari hasil analisis citra satelit Himawari dan model atmosfer global, topan ini terbentuk akibat suhu permukaan laut yang tinggi, mencapai lebih dari 29°C, yang menjadi bahan bakar utama pembentukan badai tropis.
BMKG mencatat bahwa dalam waktu kurang dari 24 jam, sistem 96W mengalami intensifikasi cepat hingga berubah menjadi siklon tropis kategori 1, kemudian meningkat menjadi Topan Fengshen dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 65 knot atau sekitar 120 km/jam.
Dua Bibit Siklon Baru Terpantau oleh BMKG
Selain Topan Fengshen, BMKG juga mendeteksi dua bibit siklon tropis lain yang mulai terbentuk di kawasan Samudra Pasifik bagian tengah dan Laut Filipina. Dua sistem ini masing-masing diberi label 97W dan 98W, dan keduanya menunjukkan potensi berkembang menjadi badai tropis dalam beberapa hari ke depan.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Dr. Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa meskipun posisi kedua bibit tersebut masih jauh dari wilayah Indonesia, efek tidak langsungnya dapat terasa dalam bentuk peningkatan curah hujan, gelombang tinggi, serta potensi angin kencang di beberapa wilayah timur Indonesia, terutama di Maluku, Papua Barat, dan Sulawesi bagian utara.
“Kami terus memantau pergerakan sistem 97W dan 98W. Jika keduanya meningkat menjadi siklon tropis aktif, maka pola angin monsun dan arus laut di sekitar Indonesia bisa berubah signifikan,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers di Jakarta.
Dampak Tidak Langsung Topan Fengshen terhadap Cuaca Indonesia
Meski Topan Fengshen berpusat cukup jauh dari Indonesia, sekitar 2.500 kilometer di timur laut Sulawesi, namun efek tidak langsungnya tetap perlu diwaspadai. BMKG mengingatkan masyarakat agar memperhatikan potensi gelombang tinggi dan cuaca ekstrem yang dapat muncul akibat perubahan tekanan udara di sekitar wilayah topan.
Menurut laporan BMKG, pola angin di Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Halmahera, dan Samudra Pasifik utara Papua kini menunjukkan pergerakan signifikan dari timur laut ke barat daya. Pola ini dapat menyebabkan gelombang setinggi 2,5–4 meter di beberapa perairan timur Indonesia.
Selain itu, wilayah Jabodetabek, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur juga diprediksi akan mengalami peningkatan intensitas hujan lokal, akibat tarikan massa udara oleh sistem topan di Pasifik. Fenomena ini dikenal dengan istilah “inverted trough”, yaitu kondisi di mana sistem tekanan rendah menarik uap air ke arah siklon.
BMKG mengimbau agar nelayan dan pelaku transportasi laut lebih berhati-hati dalam beberapa hari ke depan, karena gelombang tinggi dan angin kencang berpotensi mengganggu jalur pelayaran, terutama di perairan utara Halmahera dan Laut Filipina bagian barat.
Peran BMKG dalam Pemantauan Siklon Tropis
Dalam menghadapi peningkatan aktivitas siklon tropis seperti Topan Fengshen, BMKG memiliki peran vital melalui Sistem Peringatan Dini Cuaca Ekstrem. Sistem ini bekerja dengan menganalisis data satelit, radar cuaca, serta model numerik global untuk mendeteksi potensi pembentukan badai sejak dini.
Setiap kali muncul indikasi sistem tekanan rendah di wilayah sekitar Indonesia, BMKG akan mengeluarkan buletin bibit siklon tropis yang diperbarui setiap enam jam. Tujuannya adalah memberikan peringatan kepada pemerintah daerah, nelayan, dan masyarakat agar dapat melakukan langkah antisipasi lebih awal.
“Kesiapsiagaan terhadap siklon tropis sangat penting, karena efek tidak langsungnya bisa sangat luas. Kami bekerja sama dengan lembaga meteorologi negara tetangga melalui sistem Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) untuk memastikan data dan peringatan selalu akurat,” ujar Kepala BMKG.
Penjelasan Ilmiah: Bagaimana Topan Fengshen Terbentuk?
Secara ilmiah, Topan Fengshen terbentuk karena adanya gangguan tekanan udara di wilayah tropis yang menyebabkan udara hangat dan lembap naik ke atmosfer. Ketika udara naik, ia mendingin dan membentuk awan kumulonimbus yang besar. Tekanan di pusat sistem semakin menurun, dan angin mulai berputar mengelilingi pusat tersebut karena efek rotasi bumi (Coriolis).
Proses ini disebut siklogensis tropis, dan membutuhkan beberapa kondisi utama:
-
Suhu permukaan laut di atas 26,5°C.
-
Kelembapan udara tinggi pada lapisan bawah dan menengah atmosfer.
-
Gangguan awal berupa gelombang tropis atau konvergensi angin.
-
Efek rotasi bumi yang cukup kuat (tidak terlalu dekat ekuator).
Dalam kasus Topan Fengshen, suhu laut yang tinggi di Pasifik Barat dan perbedaan tekanan ekstrem antara wilayah tengah dan pinggir sistem memicu terjadinya rotasi kuat yang akhirnya membentuk topan dengan kecepatan angin lebih dari 120 km/jam.
Skenario Pergerakan Topan Fengshen dan Dampak Regional
Menurut proyeksi model cuaca dari Joint Typhoon Warning Center (JTWC) dan Japan Meteorological Agency (JMA), Topan Fengshen diperkirakan akan bergerak ke arah barat laut, mendekati wilayah Luzon Utara (Filipina) dalam 3–4 hari ke depan. Setelah itu, topan kemungkinan besar akan melemah saat memasuki perairan yang lebih dingin di Laut Cina Selatan.
Meski begitu, efek tidak langsungnya dapat memengaruhi pola hujan di Indonesia bagian utara dan timur. Peningkatan kelembapan dan aliran massa udara dari Pasifik ke Nusantara berpotensi memicu:
-
Hujan lebat disertai petir di Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua Barat.
-
Gelombang tinggi hingga 5 meter di Laut Halmahera dan perairan utara Papua.
-
Awan konvektif meluas hingga ke Kalimantan bagian timur dan Sulawesi Tengah.
BMKG menyebut, fenomena ini merupakan bagian dari dinamika atmosfer regional yang terjadi hampir setiap kali siklon tropis terbentuk di Pasifik Barat. Walaupun Indonesia jarang menjadi lintasan langsung topan, dampak tidak langsungnya bisa cukup signifikan terhadap kondisi cuaca lokal.
Dua Bibit Siklon 97W dan 98W Masih Dalam Pemantauan
Selain Topan Fengshen, dua sistem lain yaitu bibit siklon 97W dan 98W saat ini masih dalam tahap perkembangan awal. Berdasarkan laporan dari Tropical Cyclone Formation Alert (TCFA), kedua bibit ini menunjukkan tanda-tanda konsolidasi awan dan rotasi permukaan yang semakin kuat.
BMKG memprediksi dalam 48–72 jam ke depan, salah satu dari dua bibit tersebut berpotensi meningkat menjadi siklon tropis lemah dengan kecepatan angin 35–45 knot. Jika ini terjadi, maka akan menambah jumlah badai aktif di wilayah Pasifik Barat, yang dapat memperpanjang periode cuaca ekstrem di kawasan Asia Tenggara.
Dalam konteks regional, peningkatan jumlah siklon dalam waktu bersamaan disebut sebagai “multi-cyclonic interaction”, yaitu ketika dua atau lebih badai tropis saling memengaruhi jalur pergerakan dan intensitas satu sama lain. Fenomena ini bisa memperumit prakiraan cuaca dan menyebabkan ketidakpastian arah badai.
BMKG Imbau Masyarakat Tetap Waspada
Menanggapi situasi tersebut, BMKG mengimbau agar masyarakat tetap waspada terhadap perubahan cuaca mendadak, terutama di wilayah pesisir timur Indonesia. Cuaca ekstrem dapat muncul tanpa peringatan panjang, khususnya dalam bentuk angin kencang, hujan deras, dan gelombang tinggi.
Masyarakat juga diminta untuk selalu memperbarui informasi melalui kanal resmi BMKG, baik melalui website, aplikasi InfoBMKG, maupun media sosial resmi. Peringatan dini yang dikeluarkan BMKG mencakup update harian mengenai posisi topan, prediksi arah gerak, serta potensi dampak terhadap wilayah Indonesia.
BMKG menekankan bahwa Topan Fengshen tidak akan melintasi daratan Indonesia, namun dampak tidak langsungnya tetap perlu diwaspadai oleh nelayan, operator kapal, dan masyarakat pesisir. Kewaspadaan ini penting mengingat cuaca ekstrem dapat memengaruhi kegiatan ekonomi dan keselamatan di laut.
Analisis Dampak Iklim dan Musim Hujan
Fenomena Topan Fengshen juga memiliki keterkaitan dengan pola iklim musiman di Indonesia. Menurut analisis BMKG, aktivitas siklon tropis di Pasifik Barat sering kali menjadi indikator kuat dari perubahan fase monsun Asia-Australia.
Ketika siklon terbentuk di Pasifik Barat, udara lembap dari wilayah tersebut tertarik ke arah barat daya menuju Indonesia. Hal ini menyebabkan peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah timur dan tengah Indonesia, sementara wilayah barat dapat mengalami penurunan hujan sesaat.
BMKG menilai bahwa intensifikasi badai tropis saat ini menandakan transisi dari musim kemarau menuju musim hujan, terutama di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Perubahan suhu laut dan kelembapan udara yang signifikan menjadi tanda bahwa musim hujan 2025–2026 kemungkinan akan dimulai lebih awal dari biasanya.
Kesiapsiagaan Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah melalui BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) telah berkoordinasi dengan BMKG untuk mengantisipasi potensi dampak cuaca ekstrem yang bisa muncul akibat Topan Fengshen dan dua bibit siklon baru. Langkah antisipatif ini meliputi:
-
Penyebaran peringatan dini ke daerah-daerah pesisir.
-
Koordinasi dengan Basarnas dan TNI AL untuk kesiapan evakuasi jika dibutuhkan.
-
Sosialisasi bahaya gelombang tinggi kepada nelayan dan operator kapal.
Selain itu, pemerintah daerah juga diminta untuk memantau kondisi drainase dan sistem air guna mengantisipasi potensi banjir akibat curah hujan tinggi yang bisa dipicu oleh sistem topan di Pasifik.
Baca Juga : Bandara Bali Utara Terancam Oleh Krisis Air Mulai dari Awal Proyek
Kesimpulan: Fenomena Topan Fengshen dan Bibit Siklon Baru
Kemunculan Topan Fengshen yang terbentuk dari bibit 96W menandakan meningkatnya aktivitas siklon tropis di kawasan Pasifik Barat. Meski pusat topan berada jauh dari Indonesia, dampak tidak langsungnya tetap harus diwaspadai, terutama berupa gelombang tinggi, hujan lebat, dan angin kencang di beberapa wilayah timur Indonesia.
Selain itu, dua bibit siklon baru (97W dan 98W) yang kini terpantau oleh BMKG menjadi perhatian tambahan karena berpotensi memperpanjang periode cuaca ekstrem di wilayah Asia Tenggara. Melalui koordinasi intensif dengan lembaga meteorologi internasional, BMKG terus memastikan masyarakat mendapatkan informasi terbaru dan akurat.
Dengan meningkatnya frekuensi siklon tropis di Pasifik, masyarakat diimbau untuk tetap waspada, mengikuti arahan BMKG, dan menjaga keselamatan, terutama bagi mereka yang beraktivitas di laut atau daerah pesisir.